Saturday 17 May 2008

kr meliput sembari minum kopi

Liputan Kedaulatan Rakyat utk Sembari Minum Kopi

Obrolan Soal Novel Etnografi

17/05/2008 05:27:44 MENULIS tidak perlu berpikir jenis apakah tulisan itu nantinya, apakah itu jadi novel etnografi atau novel-novel yang lain. Tugas penulis kalau itu kebetulan antropolog melakukan kritik terhadap kebudayaan, sehingga kalau seseorang sudah menetapkan diri menjadi penulis akan menjadi kritis terhadap kebudayaan. Soal apakah itu diterima terserah kepada publik pembacanya.

"Jadi, novel etnografi itu bukan hanya karena menulis tentang suku-suku bangsa," ujar antropolog Kris Budiman penerima penghargaan Sastra Indonesia, Yogyakarta, 2007 dalam obrolan 'Sembari Minum Kopi' yang digelar Tim Kreatif Regol tentang 'Menulis Novel Etnografi' di Kopi-Kopi Jl Kartini, Sagan yang juga menghadirkan sastrawan Putu Fajar Arcana, Sabtu (10/5).

Dalam menulis novel etnografi Kris mengatakan, tidak bisa menerima begitu saja fakta yang didapat. Karya etnografi juga tidak harus bercerita mengenai suatu suku bangsa, melainkan le bih mengisahkan kepada kelompok lain. Supaya tulisan tidak kering maka penulis novel etnografi harus kaya dengan imajinasi. "Kalangan mahasiswa sekarang sulit berimajinasi," ujar Kris. Dijelaskan oleh Managing Director Tim Kreatif Regol, Suluh Pratitasari, novel etnografi karya fiksi mampu mendeskripsikan kehidupan sosial budaya masyarakat tertentu.

Etnografi merupakan istilah dalam antropologi untuk menunjuk pada laporan penelitian tentang suatu masyarakat dan kebudayaan yang ditelitinya. "Penelitian antropologi untuk menghasilkan karya etnografi ini juga sangat khas, kemudian istilah etnografi juga digunakan untuk menyebut metode penelitian antropologi atau metode etnografi," ujar Suluh (Asp)-k

Monday 12 May 2008

Kesusastraan: Etnografi Kritik terhadap Kebudayaan

Liputan KOMPAS untuk Sembari Minum Kopi "Menulis Novel Etnografi" Senin, 12 Mei 2008 | 10:33 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS - Dengan menuliskan kebudayaan lain, tulisan etnografi diharapkan dapat menjadi kritik terhadap kebudayaan. Untuk itu, diperlukan riset yang mendalam agar tulisan tersebut bisa bersikap kritis. Demikian disampaikan antropolog sekaligus pengajar program studi Pascasarjana Kajian Budaya dan Media Kris Budiman dalam diskusi bertema Menulis Novel Etnografi yang diadakan Komunitas Regol, di Yogyakarta, Sabtu (10/5).

Penulis tidak bisa taken for granted (menerima begitu saja fakta yang diterima) dalam menulis novel etnografi, perlu melakukan riset dan proses familiarisasi, ujar Kris. Kris menuturkan, perlu kemampuan sebagai seorang etnografer dalam menuliskan sebuah karya etnografi. Karya etnografi berbicara mengenai metode dan hasil kerja yang dilakukan seorang antropolog, tuturnya. Dalam menulis novel etnografi, lanjut Kris, pengarang juga perlu menjaga jarak agar tidak terjadi stereotip terhadap obyek yang ditulis. Untuk itu, penulis mesti membebaskan diri dari etnosentrisme atau pandangan yang berpangkal pada kebudayaan sendiri sehingga dapat meremehkan kebudayaan lainnya.

Jika memberikan jarak terlalu jauh terhadap obyek yang ditulis, akan memberikan kesan yang buruk-buruk saja terhadap pembaca. Sedangkan jarak yang terlalu dekat, juga akan memberikan kesan sebaliknya, katanya. Menurut Kris, tulisan etnografi juga tidak mesti harus bercerita mengenai suatu suku bangsa, melainkan lebih mengisahkan kepada kelompok lain (the other). Pandangan bahwa etnografi mengisahkan suatu suku bangsa ini perlu direvisi, tuturnya.

Agar sebuah novel etnografi enak dibaca, Kris menambahkan, perlu imajinasi yang kuat dari sang pengarang. Jangan hanya berkutat dalam pembedaan antara fakta dan fiksi. Yang terpenting, perlu karakterisasi dan kecermatan penyusunan plot sehingga pesan novel tersebut bisa tersampaikan, tuturnya. Sastrawan dan jurnalis Putu Fajar Arcana mengatakan imajinasi sangat penting untuk dimiliki seorang pengarang dalam membuat suatu karya. Tanpa imajinasi, tulisan hanya jadi paparan fakta yang kering, ujarnya. Putu menuturkan, untuk memperkuat daya imajinasinya, seorang penulis memerlukan banyak referensi dengan membaca berbagai karya sastra. Selain itu, Putu juga mengingatkan mengenai pentingnya membaca kamus untuk memperkaya diksi sebuah tulisan. Penulis memerlukan kemampuan dalam menyusun sebuah gramatika bahasa dengan diksi yang penuh imajinasi, ucapnya. (A06)

novel etnografi sebagai kritik budaya

Oleh: Joko Widiyarso - GudegNet


Obrolan Sembari Minum Kopi - Menulis Novel EtnografiNovel etnografi adalah tulisan yang dibuat oleh seorang penulis yang menuliskan tentang "hal lain" yang baik secara goegrafis maupun antropologis berada di luar wilayah si penulis. Jika si penulis juga merupakan orang asli dari wilayah yang ditulis, tulisannya hanya akan menghasilkan warna lokal saja, dan bukan sebuah produk etnografi.

"Mengutip dari Marcus & Fischer, etnografi merupakan tulisan seseorang mengenai the other. Hal ini berarti si penulis bukan salah satu anggota masyarakat dari daerah yang ditulisnya. Jika si penulis adalah native dari daerah tersebut, produk yang dihasilkan hanyalah sebuah warna lokal, bukan produk etnografi," kata sastrawan sekaligus antropolog, Kris Budiman dalam acara Sembari Minum Kopi di Kopi Kopi Sagan, Yogyakarta (10/05).

Karena tulisan etnograf berdasar pada sudut pandang the native yang dibuat oleh orang lain, maka novel etnografi bisa menjadi sebuah kritik budaya yang efektif bagi kebudayaan sendiri.

"Novel etnografi itu bisa menjadi sebuah kritik budaya yang efektif bagi kebudayaan sendiri. Kerena etnografi ini dibuat oleh orang lain dari sudut pandang the native, kata Kris.

Sementara itu, masih sedikitnya karya etnografi yang beredar dalam dunia sastra Indonesia saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketakutan penulis tentang akankan karyanya nanti dapat dimasukkan ke dalam kategori novel etnografis atau tidak, serta bagaimana menggabungkan antara fiksi dan fakta dalam novel etnografi.

"Menulis etnografi seharusnya tidaklah susah. Contohnya ketika saya pergi ke Paris, saya menulis tentang sejumlah sudut di kota tersebut dari pengamatan serta data dari native, maka terciptalah sebuah produk etnografi," kata Redaktur Sastra Kompas, Putu Fajar Arcana.

Menurut Putu untuk membuat sebuah produk entografi, seorang harus mempunya imajinasi yang tinggi. Hal ini dapat dibantu dengan sering membaca berbagai jenis karya sastra yang ada saat ini. "Imanjinasi adalah kunci seseorang untuk membuat produk etnografi. Membaca karya sastra akan memperkaya imajinasi," katanya.

Saturday 10 May 2008

menulis (novel) etnografi


Tema "Menulis Novel Etnografi" yang kami angkat sebagai topik obrolan sore Sembari Minum Kopi (SMK), sebenarnya cukup segmented. Tapi ternyata yang datang di SMK kali ini cukup banyak. Dari 50 target peserta, rupanya yang mengisi di buku tamu sudah lebih dari 140 orang. Nggak nyangka deh...

Padahal, Etnografi, konsep yang dikembangkan Antropologi untuk mendeskripsikan masyarakat dan kebudayaannya itu memang masih belum dikenal luas. Sementara itu di kalangan antropolog sendiri terjadi perdebatan yang panjang mengenai karya etnografi itu sendiri. Mereka memperdebatkan apakah karya etnografi itu merupakan fakta atau fiksi. Penganut antropologi positivistik meyakini bahwa karya etnografi itu merupakan fakta, alias beda dengan karya fiksi. Namun para antropolog postmodernis bahwa karya etnografi tak ubahnya sebuah novel, hasil imaginasi seorang antropolog tentang masyarakat yang ditelitinya.

Ah, sudahlah biarkan para antropolog di kampus yang memperdebatkannya. Forum SMK ini sebenarnya nggak punya niat muluk-muluk. Sekedar ngobrol santai saja, nggak usah terlalu serius. Sokur-sokur ada yang terinspirasi. Kalaupun tidak, ya kali lain ngobrol yang lebih fokus lagi.

Meski begitu, perdebatan antara fakta dan fiksi itu sempat pula menyita sebagian waktu dalam forum obrolan SMK. Sehingga obrolan atau sharing tentang proses kreatif dan Putu Fajar ArcanaKris Budiman dalam menulis sastra yang kental dengan warna lokal jadi kurang tergali. Lebih tepatnya, nggak kebagian waktu cukup untuk ngobrolin hal ini, karena sudah keburu maghrib.



Dari porsi waktu yang sedikit itu, ada beberapa catatan yang dapat dikutip untuk mengisnpirasi kita semua dalam penulisan kreatif:
  1. Imaginasi itu penting, kata Kris Budiman. Banyak penulis takut untuk berimajinasi, sehingga tulisannya menjadi kering seperti laporan yang tidak menarik untuk dibaca.
  2. Riset itu wajib. Meskipun imaginatif, tetapi jika tidak disertai dengan studi, karya sastra juga tidak akan menarik.
  3. Baca buku sastra sebanyak-banyaknya, menurut Putu Fajar Arcana merupakan cara termudah untuk mengasah kreatifitas. Sayangnya, tidak semua orang mau membaca sastra.
  4. Baca kamus untuk menemukan diksi juga disarankan Putu. Dengan diksi dan kosa kata yang kaya, tulisan akan lebih enak untuk dibaca.
Masih belum terinspirasi untuk menulis? Hhmm...mungkin kita perlu bikin workshop "Penulisan novel Etnografi" kali ya. Ada yang berminat?

Thursday 8 May 2008

ethnographic fiction

teman-teman,

mas kris budiman sudah berbaik hati memberikan referensi menarik tentang ethnogragraphic fiction. materi ini akan menjadi salah satu bahasan dalam obrolan sembari minum kopi lusa. silakan klik di sini untuk mendonlotnya.

Sunday 4 May 2008

mari belajar menulis novel etnografi

Sudah membaca Para Priyayi? Novel karya Umar Kayam ini berkisah tentang Sastrodarsono, anak petani di desa Wanagalih (baca: Ngawi), yang naik kasta dari wong cilik menjadi priyayi. Berkat dukungan Asisten Wedana Ndoro Seten, Sastrodarsono bisa menyelesaikan sekolah hingga menjadi seorang guru desa, masuk dalam jajaran Priyayi Pangreh Praja. Sastrodarsono pun membangun dinasti kepriyayian melalui keturunannya, dari generasi pertama, yaitu anak-anak kandungnya (Noegroho, Hardojo, dan Soemini), serta beberapa anak angkat yang ia besarkan, kemudian generasi kedua yaitu Tommi, Mary, Harimurti, Sumi, dan Lantip (cucu angkat Sastrodarsono). Jalan ceritanya berlatar kebudayaan Jawa pada masa penjajahan Belanda dengan pemerintahan “gupermen”-nya, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan atau Indonesia muda, hingga masa pergolakan ‘65.

Melalui Para Priyayi yang dilanjutkan dengan novel ke-2, Jalan Menikung, Umar Kayam bukan hanya menulis novel (fiksi), namun juga menulis etnografi Jawa, yaitu deskripsi tentang kebudayaan Jawa dan relasi sosial yang terbangun di dalamnya. Sudah sewajarnya jika Para Priyayi menjadi salah satu bacaan wajib bagi mereka yang ingin mempelajari kebudayaan Jawa.

Selain Umar Kayam, sastrawan lain yang sering mengangkat tema kebudayaan lokal dalam karya sastranya antara lain Ahmad Tohari dan Kuntowijoyo tentang kebudayaan Jawa, Korrie Layun Rampan (kebudayaan Dayak Benuaq), Oka Rusmini dan Putu Fajar Arcana (kebudayaan Bali), Dewi Linggasari dan Ani Sekarningsih (kehidupan suku-suku di Papua), dan masih banyak yang lain.

Inilah yang kami maksud dengan Novel Etnografi, yaitu karya fiksi yang mampu mendeskrispikan kehidupan sosial budaya masyarakat tertentu. Etnografi merupakan istilah dalam Antropologi untuk menunjuk pada laporan penelitian (field work) tentang suatu masyarakat dan kebudayaan yang ditelitinya. Karena penelitian antropologis untuk menghasilkan karya etnografi ini juga sangat khas, kemudian istilah etnografi juga digunakan untuk menyebut metode penelitian antropologi atau metode etnografi.

Bagaimanakah proses kreatif para penulis fiksi kultur lokal ini? TIMKREATIFREGOL menghadirkan obrolaan sore Sembari Minum Kopi dengan tema “Menulis Novel Etnografi” dengan narasumber Putu Fajar Arcana, redaktur KOMPAS yang telah beberapa kali menjuarai lomba penulisan cerpen dan puisi. Salah satu buku kumpulan cerpennya “Bunga Jepun” menghadirkan beberapa cerpen yang berlatar adat Bali dan dinamika budaya masyarakat Bali. Sastrawan lain yang akan memberi pemahaman tentang karya etnografi yang dikembangkan ilmu antropologi adalah Kris Budiman. Penerima Penghargaan Sastra Indonesia – Yogyakarta 2007 atas novel “Lumbini” ini juga bergelar Magister Humaniora ilmu Antropologi. Untuk mengendalikan alur obrolan agar lebih fokus, kami memilih Aant Subhansyah sarjana antropologi yang juga penikmat sastra untuk menjadi moderator.

So, luangkan sabtu soremu untuk bergabung dalam obrolan seru kami. Jangan lupa, SABTU SORE, 10 Mei 2008 mulai pukul 15.00 – 18.00 WIB bertempat di KOPI-KOPI, Jl. Kartini – Sagan (sebelah Barat Asrama Aceh) Yogyakarta. Terbuka untuk umum dan GRATIS. Tersedia 50 suvenir cantik untuk peserta pertama.

Obrolan Sore Sembari Minum Kopi ini terselenggara berkat kerjasama antara TIMKREATIFREGOL dengan Yayasan Umar Kayam, Penerbit KANISIUS, IMPULSE, KOPI-KOPI, GUDEG.NET, dan RADIO ELTIRA. Untuk informasi lebih lanjut, silakan melongok situs kami di www.sembariminumkopi.com atau SMS 0818 0438 1000.


Salam dari Langenarjan,


Suluh Pratitasari - TIMKREATIFREGOL


------
SEMBARI MINUM KOPI merupakan forum obrolan santai yang digagas TIM KREATIF REGOL sejak bulan September 2007. Melalui forum yang berawal dari keyakinan bahwa Gagasan Besar Berawal dari Obrolan, kami berupaya mengangkat tema obrolan yang mampu merangsang kreativitas sehingga dapat mendorong peserta untuk melahirkan sebuah karya.

-----
TIMKREATIFREGOL adalah sekumpulan anak muda yang berkarya di bawah bendera PT. Sendang Kapit Pancuran, perusahaan yang bergerak di bidang media dan kreatif (www.regolmedia.com). PT. SKP juga menerbitkan buletin REGOLjogja dan pemegang lisensi Memorabilia Laskar Pelangi